jujur, saya seorang yang sangat menyukai politik, mungkin saya selalu mengikuti perkembangan politik di indonesia maupun dunia. saya seorang yang sangat senang membaca koran dan menonton berita...tadi malam, tepatnya tanggal 24/02/2013 saya menonton acara yang ada di TvOne - Indonesia Lawyer Club. pembahasannya adalah "presiden menagih utang lapindo"..
TVONE ..........
Dalam penggunaan istilah saja pihak
ARB dan Golkar tidak mau menggunakan sebutan yang umumnya dipakai untuk kasus
lumpur ini, yakni “Lumpur Lapindo”. Mereka selalu menggunakan sebutannya
sendiri, “Lumpur Sidoarjo.” Karena, sebutan “Lumpur Lapindo” dianggap mempunyai
makna Lapindo-lah yang menyebabkan musibah itu terjadi. Padahal mereka tidak
mau mengakui hal tersebut. Jadi, sebutan “Lumpur Sidoarjo”-lah yang dipakai.
Seolah-olah Sidoarjo-lah yang bertanggung jawab sendiri atas semburan lumpur
panas tersebut, bukan pihak Lapindo/ARB.
Jadi, siapakah yang sesungguhnya
“pihak yang tidak bertanggung jawab”, itu ???
Mempolitisasi kasus lumpur Lapindo,
dan memanfaatkan penderitaan korban lumpur Lapindo demi kepentingan politik
jangka pendek ARB jelas-jelas tergambar pula dalam tayangan berita Kabar
Petang di TV One (Senin, 28 Mei 2012). Yang menampilkan berita tentang
6 tahun musibah lumpur Lapindo, tetapi dari angle yang sama
sekali berbeda. Dari sisi pemanfaatan TV One miliknya itu untuk pencitraan dan
kepentingan politiknya itu kita maklumi saja. Tetapi, kalau memanfaatkan korban
lumpur Lapindo yang selama ini dibiarkan terkatung-katung selama 6 tahun, dan
kemudian sekarang seolah-olah sungguh-sungguh menaruh perhatian kepada meraka,
padahal sebenarnya hanya memanfaatkan mereka demi kepentingan politik ARB dan
Golkar? Apakah juga kita harus maklumi?
Kalau di mana-mana ARB dicerca
karena kasus lumpur Lapindo, di TV One beliau justru menjadi pahlawan. Tayangan
beritanya persis seperti di iklan-iklan kampanye capres. Sayangnya cara
penayangan tersebut terkesan kuat dimanipulasi untuk mendapat kesan ARB sebagai
sosok pahlawan korban lumpur Lapindo. Bahkan didukung masyarakat korban lumpur
Lapindo. Sebaliknya, pihak pemerintahlah yang harus bertanggung jawab.
Di tayangan Kabar Petang itu
diperlihatkan kunjungan ARB ke Ciamis, Jawa Barat, bertemu dengan sekelompok
massa (saya lupa dari mana), dan sejumlah anak-anak sekolah yang membawa
bendera merah-putih mengelu-elukan ARB, bak kunjungan seorang presiden. Di
bawahnya tercantum teks: “ICAL: KEWAJIBAN DI WILAYAH PETA TERDAMPAK SUDAH
TUNTAS”. Relevansinya apa antara isi berita, teks berita dan gambar tayangannya
itu?
Orang yang kurang teliti
menonton Kabar Petang itu, mengira bahwa kunjungan ARB itu
adalah ke masyarakat korban lumpur Lapindo yang bermasalah itu. Padahal tidak.
Tayangan videonya kunjungan dia ke Ciamis, tetapi teks di bawahnya menyatakan
bahwa kewajiban Lapindo/ARB telah tuntas, dan seruan kepada pemerintah agar
menuntaskan pembayaran ganti rugi kepada korban lumpur Lapindo. Secara teliti
saya terus memperhatikan dan itu benar adanya.
Kalau memang ARB sudah yakin bahwa kewajiban pihaknya sudah tuntas, tentu dia tidak akan segan-segan datang berkunjung langsung, bertatap muka dengan masyarakat korban lumpur Lapindo itu. Diliput oleh TV One. Bukan seperti ini; lain gambarnya (kunjungan ARB di Ciamis dan dieleu-elukan), lain pula teksnya beritanya (tentang kewajiban ARB terhadap korban lumpur Lapindo sudah tuntas).
Dari tayangan di TV One itu juga terkesan bahwa masyarakat korban lumpur Lapindo telah diprovokasi, dengan mendorong mereka untuk menyerukan kepada pemerintah agar membayar ganti kerugian kepada mereka. Bukan lagi, menuntut kepada pihak Lapindo/ARB. Entah apakah itu seruan asli dari korban lumpur Lapindo, atau bukan, yang jelas di Kabar Petang itu TV One hanya menayangkan gambar sejumlah korban lumpur Lapindo, dan di bawahnya tercantum teks: WARGA BERHARAP PEMERINTAH BAYAR LAHAN MEREKA.
*
Di GlobalTV yang katanya akan mengfokuskan pada TV berita, Karni disinyalir ingin mengembalikan jati dirnya sebagai jurnalis profesional yang independen. dengan mengedepankan etika jurnalis yang tidak terbelengggu oleh masalah hukum, kepentingan bisnis dan politik dari sang pemilik.
Pemilik GlobalTV memang adalah Hary Tanoesoedibyo, yang telah masuk di jajaran Partai Nasdem. Juga adalah seorang pengusaha besar, seperti Aburizal Bakrie. Tetapi, dibandingkan dengan Aburizal Bakrie, tentu saja sampai hari ini relatif Harry jauh dari masalah-masalah besar. Tidak seperti Aburizal yang sarat dengan berbagai masalah, mulai dari kasus Gayus, Bakrielife yang masih bermasalah dengan nasabah-nasabah asuransinya, persoalan di Bursa Efek Jakarta, lumpur Lapindo, sampai konflik di internal Golkar.
Soal Golkar, yang disebutkan Karni Ilyas, tidak setiap hari, atau tidak sering-sering muncul di tvOne memang ada benarnya. Kita tidak seringkali disodori acara-acara Golkar di tvOne. Tidak demikian dengan MetroTV. Yang termasuk sering menyiarkan acara-acara yang diselenggarakan oleh Partai Nasdem, milik Surya Paloh. Cukup sering kita merasa seperti dipaksakan untuk menonton acara-acara seremodial Partai Nasdem yang sebenarnya tidak penting bagi kita.
Awak MetroTV, termasuk Pimpinan Redaksinya, tentu tak bisa berbuat banyak. Mana berani Pimpinan Redaksinya menolak acara Partai Nasdem itu ditayangkan diMetroTV?
Sumber : Indonesia Lawyer Club (24/02/2013)
by: Arif Mubarakallah (12-122)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar