PERSPEKTIF
TENTANG MOTIVASI
Perspektif
Behavioral
Perspektif
behavioral menitik beratkan pada reward dan punishment eksternal sebagai kunci
dalam menentukan motivasi seseorang. Insentif adalah
peristtiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memeotivasi perilaku
seseorang. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat
menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada
perilaku yang baik dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak baik.
Insentif
yang dipakai guru di kelas antara lain nilai yang baik, yang memberikan
indikasi tentang kualitas pekerjaan murid, dan tanda bintang atau pujian jika
mereka menyelesaikan suatu tugas dengan baik. Insentif lainnya antara lain
memberi penghargaan atau pengakuan pada murid – misalnya memamerkan karya
mereka, memberi sertifikat prestasi, memberi kehormatan, atau mengumumkan prestasi
mereka. Tipe insentif lainnya difokuskan pada pemberian izin kepada murid untuk
melakukan sesuatu yang spesial, seperti aktivitas yang mereka inginkan, sebagai
ganjaran atas hasil mereka yang baik. Insentif ini berupa jam istirahat lebih,
izin memainkan game di komputer, perjalanan, atau bahkan
pesta.
Contoh:
Orang tua mengajari anaknya dalam bentuk reward, setiap kali anaknya berbuat
baik maka anak itu akan di beri reward. Dengan demikian dia akan termotivasi
untuk terus berbuat baik.
Perspektif
Humanistik
Perspektif
humanistik menitik beratkan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian,
kebebasan untuk memilih tujuan mereka. Perspektif ini berhubungan erat dengan
pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu
sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Menurut Hierarki
Kebutuhan Maslow, kebutuhan individual harus dipuaskan dalam urutan
sebagai berikut :
· Fisiologis :
lapar, haus, tidur
· Keamanan
(safety) : bertahan hidup, seperti perlindingan dari perang dan
kejahatan
· Cinta
dan rasa memiliki : keamanan (seurity), kasih sayang, dan perhatian
dari orang lain.
· Harga
diri : menghargai diri sendiri
· Aktualisasi
diri : realisasi potensi diri
Contoh:
Seorang anak akan lebih termotivasi dan aktif dalam belajarnya apabila
diberikan fasilitas kendaraan ke sekolah dibandingkan dia harus naik angkot /
antar-jemput.
Perspektif
Kognitif
Menurut
perspektif kognitif, pemikiran murid akan mengarahkan motivasi mereka. Minat
ini berfokus pada ide-ide motivasi internal murid untuk mencapai sesuatu,
atribusi mereka (persepsi tentang sebab-sebab kesuksesan dan kegagalaan,
terutama persepsi bahwa usaha adalah faktor penting dalam prestasi), dan
keyakinan mereka bahwa mereka dapat mengontrol lingkungan mereka secara
efektif.
Jadi,
perspektif behavioris memandang motivasi sebagai konsekuensi dari insentif
eksternal, sedangkan perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal
seharusnya tidak dilebih-lebihkan. Perspektif kognitif merekomendasikan agar
murid diberi lebih banyak kesempatan dan tanggung-jawab untuk mengontrol
prestasi mereka sendiri.
Perspektif
kognitif tentang motivasi sesuai dengan gagasan R.W. White (1959), yang
mengusulkan konsep motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang
termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia
mereka, dan memproses informasi secara efisien.
Contoh:
Seorang Mahasiswa yang sedang menjalin hubungan cenderung akan berprestasi
dalam belajarnya ketika ia bahagia menjalin hubungan dengan pasangannya. Akan
tetapi jika ia tidak bahagia dalam hubungannya (patah hati) maka akan sangat
berpengaruh pada prestasi belajarnya, prestasinya akan buruk dan ia tidak
memiliki semangat atau motivasi lagi.
Perspektif
Sosial
Kebutuhan
afiliasi atau keterhubungan adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain
secara aman, yaitu kebuthuhan sosial, teman, dicintai dan mencintai serta
diterima dalam pergaulan kelompok karyawan dan lingkungannya. Kebutuhan
afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama
teman, kawan dekat,keterikatan mereka dengan orangtua, dan keinginan untuk
menjalin hubungan positif dengan guru.
Contoh:
Seorang mahasiswa yang senang berteman dengan mahasiswa lain karena
teman-temannya yang baik akan termotivasi untuk sering datang ke kampus
(kuliah) karena ia merasa nyaman saat dia bersama teman-temannya dan itu dapat
meningkatkan prestasi belajarnya.
sumber: buku psikologi pendidikan (john W. Santrock)
editing by: Arif mubarakallah (12-122)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar